Bima bocah kecil berusia 6 tahun, cerdas, lucu, dan penuh pengertian.
Bima telah berpisah dengan orangtuanya sejak ia berusia 5 tahun. Karena
ekonomi dan masalah keluarga yang tak bisa lagi dihindari. Kini ia
hidup bersama mamanya. Sudah barang tentu segala kebutuhan hidup Bima
ditanggung oleh mamanya. Kini mamanya membuka usaha dengan menjual nasi
uduk dan gado-gado.
Di suatu malam menjelang tidur, Bima ingin
dibelikan kain putih untuk mengaji bersama dengan teman-teman di rumah
gurunya. "Mah…beliin Bima kain putih dong buat mengaji, teman-teman
Bima sudah punya semuanya," pintanya. "Iya sayang, kalau Mama punya
uang pasti Mama beliin, sekarang Mama sedang mengumpulkan uangnya,"
jawab sang mama menjanjikan. Bima tersenyum mendengar jawaban dan janji
mamahnya. Ia mengerti kalau mamanya belum memiliki uang.
Sebulan
telah berlalu, mamanya belum juga membelikan kain putih karena uang
hasil jualan nasi uduk dan gado-gadonya belum mencukupi harga kain
tersebut. Bima si bocah kecil yang lucu dan cerdas, yang disukai
teman-teman bermainnya mencoba untuk menagih janji mamanya. "Mah, sudah
punya uang belum buat beli kain?" "Oh ..Mama tidak lupa sayang dengan
janji Mama, tapi uangnya belum cukup," jawab mamanya memahamkan. Bima
si bocah kecil yang penurut itu sambil tersenyum mengiyakan jawaban
mamanya. "Ok, Mah kalau begitu," sahut Bima penuh pengertian. Ia
kembali ceria, tak pernah tampak di wajahnya kemuraman, kesal ataupun
minder. Bermain bersama teman-temannya, sekolah, mengaji, dan bermain
adalah rutinitas kesehariannya.
Pada hari libur pun ia selalu
membantu mamanya menunggu warung tanpa ada rasa malu, ia tak peduli
walau hidup kini tanpa didampingi sang ayah disampingnya. Di sore hari
yang cerah, sepulang bermain bola bersama teman-temannya. Kaosnya kotor
dan celananya pun dekil. "Bima, dari mana Kamu kok sekotor ini baju dan
celanamu," tanya mama terheran-heran. "Dari lapangan, Mah.., main bola
sama teman-teman, Mah mandiin Bima dong! Bima kan sudah lama nggak
dimandiin sama Mamah…," pinta Bima dengan penuh manja kepada mamahnya.
"Bima…Kamu kan sudah besar dan bisa mandi sendiri, Mamah kan capek baru
dari warung." Bima tak menjawab, ia hanya tersenyum lalu segera ke
kamar mandi untuk mandi sendiri.
Bima si bocah periang dan bersahaja
itu sudah tiga hari tidak masuk sekolah, juga tidak mengaji, ternyata
Bima sakit panas. Mamanya tidak membawanya ke Puskesmas karena jauh
tempatnya, apalagi ke dokter. Karena tidak punya uang, ia cukup
dikompres oleh mamanya. Lambat laun panasnya kini mulai reda, Bima pun
kini bisa tersenyum kembali. Mamanya pun bisa menarik nafas dalam-dalam
bertanda kekhawatiran tentang anaknya mulai hilang.
"Mamah, kalau
uang Mamah sudah banyak beliin Bima kain, Bima ingin pakai kain putih
dan mandiin Bima kalau Bima sudah sembuh nanti…!" Pinta Bima penuh
harap. "Iya sayang pasti Mamah belikan kain putih itu dan Mamah
mandiin, yang penting Bima sembuh dulu", jawab sang Mama menghibur.
Bima tersenyum wajahnya bersinar sambil menarik nafas lalu ia hembuskan
kembali sambil memejamkan mata, tak ada gerakan dan ucapan yang ia
lakukan lagi karna Allah SWT telah memejamkan matanya untuk
selama-lamanya. "Bima…!!!? Jangan pergi Sayang! Dipeluknya Bima
erat-erat, isak tangis tak terbendung, sesak dada tak tertahan, rasa
sesal menggumpal di hati mamanya, karena belum sempat mengabulkan
permintaannya.
Di saat Amil (yang memandikan mayat) memandikan Bima,
mamanya pun ikut memandikan sambil berkata "Bima, ini Mama sayang,
sedang memandikan Bima." Dan ketika Amil mulai mengafaninya, mamahnya
pun ikut mengafaninya sambil berikata : "Bima, ini Mamah sayang sedang
memakaikan Bima kain putih." Ayahnya pun tak tahu kalau Bima telah
tiada.
فاعتبروا ياأولى الأبصار
Peringatan ! Janganlah kau menyiksa darah dagingmu sendiri wahai ORANG TUA hanya karena perkaramu sendiri…!